LSM Ikatan Komunitas Kawasan Puncak dan Sekitarnya

Rabu, 15 April 2015

Jelang Pencairan Dana Desa, Aparat Belum Paham, Tahap Pertama Diguyur RP250 Juta

BOGOR-Pencairan dana desa berlangsung akhir bulan ini. Pada tahap pertama dari tiga tahap pencairan, pemerintah akan menggelontorkan Rp20 triliun untuk 74.045 desa di seluruh Indonesia. Seiring dengan itu, aparat desa di Kabupaten Bogor justru belum mengelola.

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar menyampaikan, dengan jumlah tersebut, masing-masing desa akan mendapatkan Rp250 juta hingga Rp280 juta. “Besaran akan disesuaikan dengan empat kriteria, yakni jumlah penduduk, luas wilayah, tingkat kemiskinan dan kesulitan geografis,” ujar Marwan kepada pewarta di Jakarta

Marwan menjelaskan, uang tersebut akan dikirim oleh Pemerintah Pusat langsung ke pemerintah kabupaten. Setelah mamir di kas APBD, menurut Marwan, Dana Desa dikirimkan ke masing-masing rekening desa. “Rekening bisa milik kepala desa, bendahara, atau milik siapapun yang disepakati. Semua pengelolaan harus transparan dan akuntabel. Kalau tidak, ada konsekuensi hukumnya,” ujar Marwan,

Untuk mengawasi pengelolaan dana desa, menurut Marwan, tim yang mengevaluasi terdiri dari Badan Pemeriksa Keuangan, Inspektorat dan pendamping dari Kementerian Desa PDTT. “Dana tersebut bebas dialokasikan, baik untuk jalan desa, irigasi, BUMDes, revitalisasi pasar desa, dan lain-lain,” ujar Marwan.

Marwan berharap, dengan adanya Dana Desa, disparitas antardesa bisa dipersempit. Selama ini, menurut dia, masih ada jarak yang lebar antara desa di perbatasan Indonesia, pulau terluar dan terpencil dengan desa-desa di Jawa, atau antara desa-desa di barat dan di timur Indonesia.

Menanggapi hal itu, Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten Bogor, Roy Khaerudin mengatakan, Desa di Kabupaten Bogor sudah memenuhi kewajibannya untuk menyusun RPJMDes dan RKPDes. “Kita bahkan sudah beri bimbingan teknis,” katanya.

Roy, juga menambahkan, pihaknya telah menyelesaikan pembahasan Raperda Desa bersama DPRD Kabupaten Bogor. Perda tersebut, nantinya akan memperkuat payung hukum dalam tata kelola pemerintahan desa.

Merujuk data statistik Kabupaten Bogor, ada 417 desa yang  yang akan menerima dana desa ini. Pantauan Radar Bogor, sejumlah kepala desa (Kades) sudah mulai menyiapkan program andalannya, ada yang membangun jalan hingga infrastruktur desa.

Seperti Desa Cisarua, Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor. Desa dengan pemasukan terkecil itu rencananya akan memanfaatkan alokasi dana desa (ADD) untuk pembangunan infrastruktur, guna menunjang peningkatan perekonomian masyarakat.

“Berbagai persiapan untuk menerima anggaran desa sudah kami rancang, seperti pelatihan terhadap aparatur desa, pembinaan kepada anak-anak muda serta pelatihan seni budaya,” ujar Kades Cisarua H Idris.

Warga Desa Cisarua mayoritas bekerja sebagai penggali tambang liar. Wilayah ini memiliki 38 RT, 10 RW dan dua dusun. Jumlah penduduknya mencapai 9.838 jiwa dengan jumlah kepala keluarga (KK) 2.799 orang. Idris mengaku, potensi di desanya itu adalah pertanian, perkebunan, pertambangan dan pertenakan.  “Ya warga disini masih bergantung dengan tambang (gurandil),” jelasnya.

Memang, Desa Cisarua pernah masuk dalam kategori Inpres Desa Tertinggal (IDT) yaitu kategori desa yang belum maju. Namun Idris mengklaim predikat itu sudah tak lagi disandang desanya. “Bisa dilihat juga rumah-rumah warga yang kondisi sudah bagus atau bisa dikategorikan layak,”imbuhnya.

Adapun rencana pembangunan penggunaan dana desa yang masuk dalam RPMJDes Cisarua adalah, pembukaan jalan dan pengerasan Kampung Jangkar-Siterup RT 4-2/dengan pagu indikatif Rp335 juta. Pengaspalan jalan desa Kampung Cekedam-kampung Langkob RT 4/5 dengan anggaran Rp515 juta. Rehabilitasi RTLH 20 unit Rp300 juta, pembangunan masjid Jami di kampung Jangkar Wetan RT 4/6 Rp136 juta serta pembukaan dan pengerasan jalan Cihiirs di Kampung Cihiris Rt 2/1 sebesar Rp30 juta.

“Dari semua rencana itu, proyek pembukaan jalan  sangat penting, karena paling dibutuhkan oleh warga,” tegasnya.

Jika desa mendapat jatah lebih dari pusat soal anggaran, bagaimana dengan desa yang berada di masa transisi lantaran hendak ditingkatkan menjadi kelurahan? Menurut Plt Lurah Pabuaran (dulu Desa Pabuaran,red)  Kecamatan Bojong Gede Farida,  pihaknya tidak terlalu mempermasalahkan jika Desa Pabuaran berubah status menjadi kelurahan.

“Dari segi pelayanan masyarakat tidak terlalu berpengaruh, yang berbeda hanya otoritasnya,” katanya.

Namun, sambung dia,  jika harus memilih antara desa dan kelurahan dia lebih memilih masih menjadi desa, lantaran dalam perangkat desa dapat menentukan nasibnya sendiri dan mengelola keuangan secara mandiri. “Kalau boleh memilih saya memilih tetap menjadi desa karena dapat mengelola pemerintahan sendiri,” bebernya.

Mengenai akan turunnya dana desa sebesar Rp1,4 miliar Farida tak terlalu memikirkannya.  Pasalnya dari potensi yang ada di Pabuaran sudah mencukupi untuk membangun kelurahan. “Kalau masalah itu saya tidak terlalu berpengaruh,” tegasnya.

Sementara itu, kejelasan dana desa oleh pemerintah pusat masih dipertanyakan sejumlah Kepala Desa. Menurut meraka janji dana desa hanyalah harapan palsu. “Belum tahu nilainya. Infonya  cuma Rp200juta, itu juga saya belum tahu pasti soalnya masih belum ada kepastian,” beber  Kades Ciburuy, Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor Iwan Sofwan.

Hal senada diutarakan Sekretaris Desa Cibereum, Kecamatan Cisarua Deden. Dia merasa tertipu oleh pemerintah. “Engga sesuai dengan yang digembar-gemborkan pemerintah. Katanya sampai angka Rp1 milyar tapi pada kenyataannya yang akan turun hanya Rp 300juta-an,” ucapnya.

Tak kunjung turunnya dana desa dari pemerintah pusat, lantaran masih dilakukan verifikasi data kembali. Hal itu diungkapkan Camat Ciawi Kabupaten Bogor Agus Manjar saat ditemui wartwan koran ini. Menurut dia  dana desa yang direncanakan akan turun harus dikelola sesuai dengan aturan.

“Kami melakukan verifikasi lagi, program yang sudah disusun untuk penyempurnaan. Semuanya harus jelas dalam menyampaikan laporan,” ujarnya.

Setali tiga uang, Ketua  Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Bogor Ansori Setiawan mengaku, belum mendapatkan informasi resmi dari pemerintah pusat perihal pecarian dana desa melalui APBN itu. Menurut dia informasi pencairan dana desa sudah lama beredar namun tak kunjung diterima desa.

“Belum ada sosialisasi. Katanya bulan kemarin cair, tapi belum-belum juga. Bulan ini juga demikian. Saya kira ini masih wacana,” ujarnya kepada Radar Bogor kemarin.

Yang menjadi masalah sekarang, sambung Ansori, masih banyak aparatur desa yang tak bisa mengelola dan menyusun laporan keuangan. Celah ini yang membuat pencairan dana desa menjadi rawan korupsi.

“Masalah laporan keuangan ini penting. Karena biasanya banyak temuan (korupsi,red) berada disini. Karenanya ke depan kita akan melakukan pelatihan bagi aparatur desa tentang penyusunan keuangan,” cetusnya.

Lantas, bagaimana antisipasi Apdesi mencegah penyelewengan dana desa? Dalam hasil rapat dengan Polda Jawa Barat di Bandung Kades Sukamamkmur itu menjelaskan, pihaknya sudah bekerjasama dengan kepolisian untuk melakukan pengawasan guna mengantisipasi adanya penyelewengan dana atau korupsi.

“Secara teknis penggunaan dana desa sudah diatur dalam petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan pentujuk teknis (Juknis) namun ini saja tidak cukup makanya kami bekerjasama dengan kepolisian,” tandasnya. (ind/ful/abe/hur/rub/c)




0 komentar:

Posting Komentar

SOEKARNO MENGGEBRAK

BERITA TERBARU