BOGOR-Pencairan dana desa berlangsung akhir bulan ini. Pada tahap pertama dari
tiga tahap pencairan, pemerintah akan menggelontorkan Rp20 triliun untuk 74.045
desa di seluruh Indonesia. Seiring dengan itu, aparat desa di Kabupaten Bogor
justru belum mengelola.
Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Marwan Jafar menyampaikan,
dengan jumlah tersebut, masing-masing desa akan mendapatkan Rp250 juta hingga
Rp280 juta. “Besaran akan disesuaikan dengan empat kriteria, yakni jumlah
penduduk, luas wilayah, tingkat kemiskinan dan kesulitan geografis,” ujar
Marwan kepada pewarta di Jakarta
Marwan menjelaskan,
uang tersebut akan dikirim oleh Pemerintah Pusat langsung ke pemerintah
kabupaten. Setelah mamir di kas APBD, menurut Marwan, Dana Desa dikirimkan ke
masing-masing rekening desa. “Rekening bisa milik kepala desa, bendahara, atau
milik siapapun yang disepakati. Semua pengelolaan harus transparan dan
akuntabel. Kalau tidak, ada konsekuensi hukumnya,” ujar Marwan,
Untuk mengawasi
pengelolaan dana desa, menurut Marwan, tim yang mengevaluasi terdiri dari Badan
Pemeriksa Keuangan, Inspektorat dan pendamping dari Kementerian Desa PDTT.
“Dana tersebut bebas dialokasikan, baik untuk jalan desa, irigasi, BUMDes,
revitalisasi pasar desa, dan lain-lain,” ujar Marwan.
Marwan berharap,
dengan adanya Dana Desa, disparitas antardesa bisa dipersempit. Selama ini,
menurut dia, masih ada jarak yang lebar antara desa di perbatasan Indonesia,
pulau terluar dan terpencil dengan desa-desa di Jawa, atau antara desa-desa di
barat dan di timur Indonesia.
Menanggapi hal itu,
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten
Bogor, Roy Khaerudin mengatakan, Desa di Kabupaten Bogor sudah memenuhi
kewajibannya untuk menyusun RPJMDes dan RKPDes. “Kita bahkan sudah beri
bimbingan teknis,” katanya.
Roy, juga
menambahkan, pihaknya telah menyelesaikan pembahasan Raperda Desa bersama DPRD
Kabupaten Bogor. Perda tersebut, nantinya akan memperkuat payung hukum dalam
tata kelola pemerintahan desa.
Merujuk data
statistik Kabupaten Bogor, ada 417 desa yang
yang akan menerima dana desa ini. Pantauan Radar Bogor, sejumlah kepala
desa (Kades) sudah mulai menyiapkan program andalannya, ada yang membangun
jalan hingga infrastruktur desa.
Seperti Desa Cisarua,
Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor. Desa dengan pemasukan terkecil itu
rencananya akan memanfaatkan alokasi dana desa (ADD) untuk pembangunan
infrastruktur, guna menunjang peningkatan perekonomian masyarakat.
“Berbagai persiapan
untuk menerima anggaran desa sudah kami rancang, seperti pelatihan terhadap
aparatur desa, pembinaan kepada anak-anak muda serta pelatihan seni budaya,”
ujar Kades Cisarua H Idris.
Warga Desa Cisarua
mayoritas bekerja sebagai penggali tambang liar. Wilayah ini memiliki 38 RT, 10
RW dan dua dusun. Jumlah penduduknya mencapai 9.838 jiwa dengan jumlah kepala
keluarga (KK) 2.799 orang. Idris mengaku, potensi di desanya itu adalah
pertanian, perkebunan, pertambangan dan pertenakan. “Ya warga disini masih bergantung dengan
tambang (gurandil),” jelasnya.
Memang, Desa Cisarua
pernah masuk dalam kategori Inpres Desa Tertinggal (IDT) yaitu kategori desa
yang belum maju. Namun Idris mengklaim predikat itu sudah tak lagi disandang
desanya. “Bisa dilihat juga rumah-rumah warga yang kondisi sudah bagus atau
bisa dikategorikan layak,”imbuhnya.
Adapun rencana
pembangunan penggunaan dana desa yang masuk dalam RPMJDes Cisarua adalah,
pembukaan jalan dan pengerasan Kampung Jangkar-Siterup RT 4-2/dengan pagu
indikatif Rp335 juta. Pengaspalan jalan desa Kampung Cekedam-kampung Langkob RT
4/5 dengan anggaran Rp515 juta. Rehabilitasi RTLH 20 unit Rp300 juta,
pembangunan masjid Jami di kampung Jangkar Wetan RT 4/6 Rp136 juta serta
pembukaan dan pengerasan jalan Cihiirs di Kampung Cihiris Rt 2/1 sebesar Rp30
juta.
“Dari semua rencana
itu, proyek pembukaan jalan sangat
penting, karena paling dibutuhkan oleh warga,” tegasnya.
Jika desa mendapat
jatah lebih dari pusat soal anggaran, bagaimana dengan desa yang berada di masa
transisi lantaran hendak ditingkatkan menjadi kelurahan? Menurut Plt Lurah
Pabuaran (dulu Desa Pabuaran,red)
Kecamatan Bojong Gede Farida,
pihaknya tidak terlalu mempermasalahkan jika Desa Pabuaran berubah
status menjadi kelurahan.
“Dari segi pelayanan
masyarakat tidak terlalu berpengaruh, yang berbeda hanya otoritasnya,” katanya.
Namun, sambung
dia, jika harus memilih antara desa dan
kelurahan dia lebih memilih masih menjadi desa, lantaran dalam perangkat desa
dapat menentukan nasibnya sendiri dan mengelola keuangan secara mandiri. “Kalau
boleh memilih saya memilih tetap menjadi desa karena dapat mengelola
pemerintahan sendiri,” bebernya.
Mengenai akan turunnya
dana desa sebesar Rp1,4 miliar Farida tak terlalu memikirkannya. Pasalnya dari potensi yang ada di Pabuaran
sudah mencukupi untuk membangun kelurahan. “Kalau masalah itu saya tidak
terlalu berpengaruh,” tegasnya.
Sementara itu,
kejelasan dana desa oleh pemerintah pusat masih dipertanyakan sejumlah Kepala
Desa. Menurut meraka janji dana desa hanyalah harapan palsu. “Belum tahu
nilainya. Infonya cuma Rp200juta, itu
juga saya belum tahu pasti soalnya masih belum ada kepastian,” beber Kades Ciburuy, Kecamatan Cigombong Kabupaten
Bogor Iwan Sofwan.
Hal senada diutarakan
Sekretaris Desa Cibereum, Kecamatan Cisarua Deden. Dia merasa tertipu oleh
pemerintah. “Engga sesuai dengan yang digembar-gemborkan pemerintah. Katanya
sampai angka Rp1 milyar tapi pada kenyataannya yang akan turun hanya Rp
300juta-an,” ucapnya.
Tak kunjung turunnya
dana desa dari pemerintah pusat, lantaran masih dilakukan verifikasi data
kembali. Hal itu diungkapkan Camat Ciawi Kabupaten Bogor Agus Manjar saat
ditemui wartwan koran ini. Menurut dia
dana desa yang direncanakan akan turun harus dikelola sesuai dengan
aturan.
“Kami melakukan
verifikasi lagi, program yang sudah disusun untuk penyempurnaan. Semuanya harus
jelas dalam menyampaikan laporan,” ujarnya.
Setali tiga uang, Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia
(APDESI) Kabupaten Bogor Ansori Setiawan mengaku, belum mendapatkan informasi
resmi dari pemerintah pusat perihal pecarian dana desa melalui APBN itu.
Menurut dia informasi pencairan dana desa sudah lama beredar namun tak kunjung
diterima desa.
“Belum ada
sosialisasi. Katanya bulan kemarin cair, tapi belum-belum juga. Bulan ini juga
demikian. Saya kira ini masih wacana,” ujarnya kepada Radar Bogor kemarin.
Yang menjadi masalah
sekarang, sambung Ansori, masih banyak aparatur desa yang tak bisa mengelola
dan menyusun laporan keuangan. Celah ini yang membuat pencairan dana desa
menjadi rawan korupsi.
“Masalah laporan
keuangan ini penting. Karena biasanya banyak temuan (korupsi,red) berada
disini. Karenanya ke depan kita akan melakukan pelatihan bagi aparatur desa
tentang penyusunan keuangan,” cetusnya.
Lantas, bagaimana
antisipasi Apdesi mencegah penyelewengan dana desa? Dalam hasil rapat dengan
Polda Jawa Barat di Bandung Kades Sukamamkmur itu menjelaskan, pihaknya sudah
bekerjasama dengan kepolisian untuk melakukan pengawasan guna mengantisipasi
adanya penyelewengan dana atau korupsi.
“Secara teknis
penggunaan dana desa sudah diatur dalam petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan
pentujuk teknis (Juknis) namun ini saja tidak cukup makanya kami bekerjasama
dengan kepolisian,” tandasnya. (ind/ful/abe/hur/rub/c)